The Little Prince, buku yang mempunyai berbagai makna.
Berbagai makna? Kok bisa? Iya, karena saya merasakannya. Dulu waktu kecil pernah baca buku ini, dalam pikiran saya waktu kecil "kenapa gak mau gambar sih? Kan cuma gambar biri-biri."
Tapi beberapa waktu lalu, saya melihat di sebuah acara televisi, "kalo baca buku ini di saat 10 tahun mendatang, anda akan merasakan perbedaannya." Lho? Apa bedanya? Akhirnya saya ambil buku yang udah lama, untuk dibaca lagi. Pikiran saya sekarang berkomentar "Cuaca kayak gitu kok minta digambarin biri-biri?" Nah lho?
Akhirnya saya sadar. Pikiran saya setelah membaca buku ini beda. Bukan "kenapa gak mau gambar sih? Kan cuma gambar biri-biri." tapi "Cuaca kayak gitu kok minta digambarin biri-biri?" Begitu pula saat saya menyuruh orang tua saya untuk membacanya, dan mereka berkomentar "aduh, anak kecil emang saat-saat penuh imajinasi," atau "maklumi aja, dia masih kecil, masih gak mengerti keadaan di sekitarnya." Nah! Beda lagi kan?
Itulah kekuatan yang luar biasa dari buku ini. Buku The Little Prince akan terasa berbeda jika 10 tahun ataupun 20 mendatang kalian membacanya. Penasaran kan? Sebenarnya, buku ini ceritanya cukup sederhana namun tipis dengan makna sangat mendalam ini berkisah tentang seorang penerbang yang pesawatnya jatuh di tengah Gurun Sahara. Dalam ancaman keterisolasian dan minimnya air minum, ia harus berjuang memperbaiki pesawatnya kalau ingin kembali ke peradaban dan tidak menghilang di tengah padang gurun tak dikenal. Anehnya, saat ia sedang serius memikirkan jalan keluar, tiba-tiba muncullah seorang pangeran kecil dengan rambut keemasan yang memintanya menggambarkan biri-biri untuknya. Sungguh sebuah hal yang sangat absurb. Bayangkan, saat diri Anda tengah terancam oleh panasnya padang gurun dan ada anak kecil yang minta Anda menggambarkan seekor biri-biri untuknya, bukannya meminta air atau perlindungan.
Awalnya, si penerbang—sebagaimana
kebanyakan orang dewasa lainnya—hanya tertawa dan menganggap si anak sedang
demam karena kepanasan. Tapi, si Pangeran Kecil tetap memaksa dan terpaksalah
si penerbang menggambarkan biri-biri untuknya. Tanpa sadar, teringatlah si
Penerbang akan masa kecilnya, masa kecil ketika dulu tidak ada seorang dewasa
pun yang mengerti maunya. Tanpa sadar, sang Pangeran Kecil telah
mengingatkannya kembali tentang fakta bahwa orang dewasa itu sering kali begitu
absurb dan melupakan esensi dari menikmati kehidupan itu sendiri.
“Orang-orang
dewasa menyukai angka. Ketika kau mendeskripsikan seorang teman baru kepada
mereka, mereka tak pernah menanyakan padamu hal-hal yang penting. Mereka tak pernah bertanya, ‘Seperti apa
suaranya? Apa permainan favoritnya? Apakah da mengoleksi kupu-kupu?’ Bukannya
bertanya begitu mereka malah menuntut ‘Berapa umurnya? Berapa banyak kakak dan
adiknya?, Berapa beratnya?, berapa penghasilan ayahnya?”
Bagi
orang dewasa, yang terpenting adalah angka, angka, dan angka. Tidakkah kalian
juga demikian? Kesibukan dunia kerja dan beragam tuntutan rumah tangga tanpa
sadar telah mendorong kita untuk terlalu mengejar angka-angka yang sifatnya
duniawi. Kita menjadi hanya memandang indah semua hal yang berkaitan dengan
uang, jabatan, kekayaan, dan prestasi. Kita sudah lupa dengan keagungan di
balik keindahan mawar yang tumbuh di pinggir jalan, tentang padang pasir maha luas yang membuktikan
ke-Maha Luasan kekuasaan Sang Penciptanya.
“Jika
kau berkata kepada orang-orang dewasa, “Aku melihat rumah indah terbuat dari
bata merah jambu, dengan bunga geranium di jendela-jendelanya, dan merpati di
atapnya, mereka tak bisa membayangkan rumah semacam itu. Kau harus berkata,
‘Aku melihat rumah yang harganya seratus ribu franc;’ Maka mereka akan berseru, ‘Oh
pasti indah sekali!” (halaman 24).
Bersama si Pangeran Kecil, si
Penjelajah mulai kembali merenungkan tujuan keberadaan dirinya di tengah alam
semesta yang maha luas ini.
Dengan
bahasa yang tersirat namun mendalam, si Pangeran Kecil telah menyadarkan kembali
si Penerbang merenungkan kembali keberadaannya di dunia sebagai orang dewasa.
Pada akhirnya, ia memahami bahwa apa-apa yang terpenting dalam kehidupan ini
tidaklah selalu sesuatu yang dapat dilihat oleh mata, tapi yang selalu dapat
dilihat oleh hati.
0 comments:
Makasi atas komentarnya.